CERPEN TENTANG PERJUANGAN UJIAN NASIONAL


Nama         : Muhammad Naufal Fadil
No             : 25
Kelas         : XI MIPA 9

Perjuangan Ujian Nasional
Pagi itu, H-30 UN SMA. Aku berangkat sekolah dan memasuki kelasku dengan wajah penuh tekanan. "sekarang aku harus bagaimana lagi. Hanya dengan belajar tidak mungkin aku bisa melewati ini". Ternyata tidak hanya aku yang merasakannya, hampir semua teman sekolahku juga merasa bahwa mereka tidak sanggup melaksanakan UN.
Tiba-tiba aku teringat pada masa UN SMP. Saat itu ada seorang temanku yang memliki kunci jawaban UN. Namanya Delan, dia menggunakan kunci jawaban dan  akhrinya dia lulus dengan nilai yang tergolong tinggi.
Siang harinya aku menemui Delan. Aku datang ke kelasnya. Akupun bercerita tentang maksud kedatanganku menemuinya. Baru beberapa kata aku sampaikan, dia sudah bisa menangkap maksudku. Untuk mencari kunci jawaban UN. Diapun bercerita kepadaku tentang sebuah grup. Ternyata di sekolah ini sudah terbentuk grup angkatan yang membahas untuk membeli kunci jawaban UN. Didalamnya hanya orang yang ditunjuk sebagai koordinator dalam setiap kelas yang masuk ke grup tersebut. Para siswa lain belum diberi tahu tentang kabar ini karena belum pasti. Dan Akupun diyunjuk menjadi koordinator kelasku karena aku yang pertama mengetahuinya di kelasku.
Hampir setiap sore koordinator setiap kelas mengadakan rapat yang membahas tentang kunci jawaban yang akan dibeli. Tidak semua siswa setuju, ada yang lebih mengutamakan kejujuran dan ada yang tidak punya uang untuk membelinya. Karena angkatan kami punya solidaritas yang tinggi, hal tersebut cepat teratasi.
H-14 UN SMA atau 2 minggu menjelang pertempuran terakhir seorang pelajar, Aku hanya duduk di kursi sambil melihat Papan tulis bertuliskan "H-21". Seseorang masuk kelas. Dia adalah Galang. Dia langsung duduk dan membuka buku pelajaran. Dia adalah salah satu siswa yang menolak untuk membeli kunci jawaban UN. Dia merupakan bintang kelas. Setelah bel istirahat ia tidak menuju ke kantin, tetapi ke perpustakaan. Itulah keseharian Galang, siswa yang menurutku paling cerdas di kelas ini, bahkan di sekolah ini..
Aku berjalan keluar, lalu duduk di kursi kayu panjang yang ada di depan kelas. Neta dan Niken lalu ikut bergabung dengan ku. Mereka adalah teman-temanku sejak di bangku SMP. Tidak lama kemudian Neta membuka pembicaraan.
"Ken, Benar gak ya tahun ini kita akan dikasih kunci jawaban UN ?"
"Hmmmm, Aku juga tidak yakin. Walaupun dikasih, aku masih ragu dengan kebenaran jawabannya." Jawab Niken.
"Kalau misalnya memang kuncinya salah, kita bagaimana dong Ken?"
"Iya juga ya.. Aku juga masih tidak mengerti tentang Integral dan Matriks yang kemarin Buk Nur jelaskan."
"Matilah kita kalau kunci jawaban UN yang dibeli tidak tembus."
"Tenang saja, pasti tembus kok."
"Kalian ini bagaimana, kita sudah membeli  kunci jawaban. Aku yakin pasti benar. Kalian tidak ingat waktu Delan memakai kunci jawaban yang didapatkannya waktu SMP? Nyatanya dia lulus dengan nilai tinggi" Aku mulai bersuara.
"Bukan begitu, kalau untuk orang seperti kamu ya tentu gak ada kunci jawaban juga tetap lulus. Nilai saja sudah tinggi." Balas Neta.
"Iya. Tapi bagi orang-orang seperti kita yang otaknya standar, kunci jawaban itu sangat berharga riz. Apalagi tahun ini memakai model 20 paket UN, jika hanya 1 paket kita bisa saja menanyakan jawabannya pada yang lain." tambah dari Niken.
"Ya sudah, yang penting kalian yakin." Kataku.
"Aku yakin kok. Oh ya, Dari pada kalian memikirkan kunci jawaban yang belum tentu dapat, bagaimana kalau nanti sore kita belajar kelompok? Hitung-hitung persiapan , kalau kunci jawabannya tidak benar." Jawab Niken.
"Boleh juga tu, jam 4 ya di rumahku saja?" Neta menawarkan diri
"Oke, nanti aku bawakan makanan dari rumah." Kata Niken.
"Aku tidak ikut! Aku mau mengurusi pembelian kunci jawaban UN" Kataku sambil meninggalkan mereka berdua.
Sore hari sepulang sekolah, kami yang mengurusi pembelian kunci jawaban UN berkumpul untuk rapat. Uang kurang lebih 20 juta sudah terkumpul. Uang itu dibawa Delan, karena dia yang akan melakukan transaksi kepada penjual kunci jawaban UN. Kami tidak pernah diberi tahu siapa penjual kunci jawaban UN tersebut, tetapi ada beberapa orang yang mengetahui siapa sosok dibalik kunci jawaban tersebut. Dari informasi yang aku dapatkan, dia adalah kerabat Delan yang bekerja sebagai oknum pemerintah di bidang pendidikan. Tetapi Aku tidak terlalu peduli dengan siapa kami bekerjasama.
H-5 UN SMA.Sebentar lagi kami akan menghadapi ujian yang akan menentukan masa depan kami, bagaikan menghadapi peertarungan hidup dan mati. Oleh karena itu aku tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Selain mengandalkan kunci jawaban UN, aku juga mempersiapkan bekal pelajaranku.
Tentunya aku dibantu teman-teman akrabku, Neta dan Niken. Walaupun mereka juga mengandalkan kunci jawaban UN, tetapi tetap belajar untuk berjaga-jaga. Aku menjadi bingung, seharusnya kami mengutamakan usaha kami sendiri daripada kecurangan yang akan kami lakukan. Tetapi aku tidak mau memikirkannya, yang terpenting aku harus bisa lulus ujian dan masuk perguruan tinggi.
H-1 UN SMA. Aku sebagai koordinator kelasku, bertugas menerima dan menyebarkan kunci jawaban UN dari Delan kepada teman sekelasku. Delan, karena dia yang memegang seluruh kelas, dia dan beberapa temannya menunggu jawaban UN dari pusat, yaitu Si Penjual.
Aku dan seorang temanku yang bernama Kidi begadang semalam di rumahku untuk menunggu kunci jawaban UN Bahasa Indonesia di hari pertama. Sekitar pukul 4 pagi kami memperoleh kabar bahwa jawaban telah diterima. Kemudian aku dan Kidi mengambil jawaban ke tempat Delan. Ternyata disana sudah banyak temanku yang datang mengambil jawaban. Alasanku mau mengambil jawaban dan mau menjadi koordinator karena aku mendapat upah dari teman sekelasku, jumlahnya pun lumayan.
Setelah mengambil, jam 5 pagi kami kembali kerumahku. Aku pun mulai mengkoordinasi teman sekelas untuk segera ke rumahku untuk mengambil kunci jawaban UN. Mereka  datang kerumahku dan langsung mengambil masing-masing 1 lembar jawaban berisi 20 paket. Mereka yang rumahnya dekat pulang ke asalnya, sedangkan yang jauh menumpang mandi dan sarapan dirumahku. Sungguh suasana kekeluargaan yang begitu mendalam. Ada sama dimakan, ada sama ditahan.
Pukul 8 tepat, soal UN beserta lembar jawabnya dibagikan. Masing-masing dari kami telah siap dengan amunisinya, yaitu kunci jawaban. Kami mencocokkan beberapa hasil jawaban dengan kunci jawaban. Terdengar sedikit merepotkan, tetapi itulah satu-satunya cara. Kami pun juga harus belajar dahulu untuk bisa mencocokkan soal dengan jawaban yang ada, tidak sedikit yang membawa contekan ke dalam ruangan.
Hari demi hari kami lewati. Hingga selesailah perjuangan kami dihari terakhir UN. Saat ini hanya tinggal menunggu pengumuman kelulusan UN. Aku mengisi waktu luang ini dengan mencari dan mengunjungi perguruan tinggi yang ingin aku masuki. Dan sebagian besar waktuku aku gunakan untuk tidur.
Pengumuman kelulusan telah ditempel. Aku berdebar-debar untuk melihatnya. Sudah banyak orang yang berdesak-desakan untuk melihatnya. Tak terkecuali aku.
" aku lulus.. Kunci jawaban itu benar-benar berhasil"
"Hahaha iya.. Kunci jawaban yang diperoleh ternyata berhasil."
Aku mulai melihat daftar nama kelulusan.
" Delan Saputra"
"Niken Dwi Jayanti"
"Neta adelina"
Aku lihat hingga habis
"Tidak mungkin.. namaku pasti ada"
Aku kembali mengulangi melihatnya.kali ini dengan lebih cermat. Namun Hasilnya tetap sama. Aku mulai berkaca-kaca. Untuk ketiga kalinya. Dengan perasaan yang mulai bercampur aduk aku melihatnya.. Hancur harapanku ketika namaku benar-benar tidak ada. Dan itu berarti aku tidak lulus..
Aku pulang dengan pikiran yang kacau aku. Semua perasaan bercampur aduk disana. Rumahku kosong ketika aku sampai. Hpku tak henti-hentinya berbunyi. Panggilan masuk dari Neta. Aku menyesali semua yang telah terjadi.
"Mengapa aku tidak lulus, aku kan sudah menggunakan kunci jawaban itu "
"Lihatlah hasilnya.. aku tidak lulus"
Kamarku sekarang telah benar-benar menjadi kapal pecah. Semuanya telah habis menjadi imbas dari ketidaklulusanku. Tanganku juga mulai membiru, karena berulang kali menghantam tembol dengan kuatnya.
Seutas tali tambang tergantung di pinggir kamar. Ingin aku gunakan itu untuk segera mengakhiri hidup.
 "Namun apakah dengan aku mati semuanya akan lebih baik ?"
Pikiran ku benar-benar kacau, otakku tidak bisa lagi berpikir positif.  Aku ambil tali itu, lalu mulai mengikatnya di atap kamar. Keputusanku telah bulat. Mati adalah jalan terakhir untuk menyelesaikan masalah ini.
Tali telah terikat dengan kuat
"Maafkan aku ayah, maafka aku ibu, aku telah mengecewakan kalian."
Braaakkkk... Tangan kecil itu lebih dulu menarik badanku , sebelum sempat memasukkan leher. Ternyata mereka Niken dan Neta.
"Jangan bertindak bodoh kamu, mau mati jangan dengan cara seperti ini." Bentak Neta
"Aku malu Net, aku malu dengan kalian.. aku malu dengan orang tuaku." jawabku sambil menangis.
"Bodoh kamu, ingat kamu masih punya masa depan."

Katanya barusan membuatku tak bisa berbuat banyak. Pisau itu kini telah berpindah tangan. Dan sekarang telah diletakkan di atas meja.
Mereka semua memelukku, menangis dan memberikan nasihat yang akhirnya membuatku sadar. Dan akhirnya membuatku terbangun dari tidurku. Setelah bangun aku baru teringat bahwa hari ini adalah pengumuman hasil UN. Aku pun langsung mandi dan bergegas berangkat ke sekolah. Dan terdapat namaku di papan pengumuman, itu tandanya aku lulus ujian.
Aku sadar bahwa sebenarnya Ketidaklulusan bukanlah penutup pintu menuju masa depan. Orang yang memiliki masa lalu buruk tidak berarti dia memiliki masa depan yang juga buruk. Terkadang orang yang merekalah yang membuat perubahan. Karena mereka telah merasakan bagaimana rasanya terpuruk hingga akhirnya bisa bangkit dan meraih suatu hal yang mereka impikan. Tetapi dalam hal ini, Aku tidak menceritakan diriku karena aku sudah dipastikan lulus UN.

No comments:

Ads